Jumat, 05 Oktober 2012

Bagaimana Seharusnya Seorang Muslim Menilai sosok Mbah Maridjan

Oleh: Abu Ibrahim Abdullah Al Jakarty

Selain meletusnya Gunung Merapi, kematian Mbah Maridjan juga menjadi obrolan berbagai lapisan masyarakat akhir – akhir ini dikarenakan keterkenalan tokoh yang satu ini sebagai Kuncen (juru kunci,ed)Gunung Merapi dan menjadi korban panasnya debu vulkanik Gunung Merapi. Apalagi diberitakan bahwa dia meninggal dalam keadaan sujud(bukan sujud ke arah qiblat tapi ke arah selatan, ed). Dan tidak sedikit orang yang memujinya karena mati dalam keadaan sujud, keberanian dan berbagai alasan lainnya. Dan hampir tidak ada komentar yang tak senada dengan komentar – komentar di atas. Lalu bagaimanakah seorang muslim yang terbimbing dengan agama yang benar setelah hidayah taufiq dari Allah menilai sosok Mbah Maridjan ? Insya Allah penjelasan sederhana berikut ini akan menjadi penjelas bagaimanakah seharusnya seorang muslim menilai seorang Mbah Maridjan
Seharusnya seorang itu jeli dalam setiap permasalahan apalagi yang menyangkut permasalahan agama. Cukup dengan mengetahui bahwasannya Mbah Maridjan sebagai seorang “Kuncen” Gunung Merapi maka seharusnya seseorang sudah bisa menilai sosok Mbah Maridjan dengan benar serta tidak memuji dan mengaguminya. Karena dibalik kata Kuncen terdapat keyakinan – keyakinan sesat, keyakinan -keyakinan syirik. Diantara hal – hal yang menunjukkan kesyirikan yang dilakukan Mbah Maridjanakan dijelaskan dalam beberapa point berikut ini.
1. Mbah Maridjan meyakini ada yang dapat menjadi Rabb (penguasa yang memberi manfaat dan mudharat/bahaya)  selain Allah
Mbah Maridjan menyakini bahwa Gunung Merapi mempunyai penunggu, penguasa (selain Allah), dan bisa menimpakan bahaya untuk masyarakat sekitar. Karena keyakinan itulah Mbah Maridjan melakukan taqarub (pendekatan diri)dengan memberi sesajen dan yang lainnya agar penunggu atau penguasa Gunung Merapi tidak marah dan menimpakan bahaya kepada masyarakat sekitar. Hal ini tentunya merupakan perbuatan syirik (menyekutukkan Allah) yang sangat jelas. Diantara perbuatan kesyirikan lainnya yang dilakukan Mbah Maridjan adalah ritual Tapa Bisu dan Labuhan Merapi.Labuhan Merapi adalah ritual tolak bala (memohon agar tidak terjadi hal yang jelek) dengan membuang berbagai macam barang keraton berupa keris dan lainya.
Berkata Asy Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah : Syirik adalah menjadikan sekutu (atautandingan) bagi Allah di dalam rububiyah-Nya (penciptaan, pengaturan, pemberian manfaat danmudharat / bahaya) dan uluhiyah-Nya (dalam peribadahan kepada Allah)” (Aqidah Tauhid SyaikhShalih Al –Fauzan: 18 )
Berkata Imam Syaukani Rahimahullah : ”Bahkan syirik adalah dengan mengalihkan sesuatu yangmerupakan kekhususan Allah diarahkan kepada selain Allah“ (Daurun Nadid Fi Kalimatil Ikhlas :18 )
Termasuk kekhususan Allah dalam rububiyah-Nya yaitu bahwa Allah adalah satu-satunya yang mencipta, mengatur alam semesta ini, memberi rezeki, memberi manfaat atau mudharat (bahaya), dan lain sebagainya. Sedangkan Mbah Maridjan telah membuat tandingan bagi Allah di dalam rububiyah-Nya ketika menyakini bahwa ada sesuatu selain Allah yaitu penunggu Gunung Merapi yang dapat memberikan manfaat dan mudharat.
Padahal Allah Subhaanahu Wata’ala telah berfirman :
الْعَالَمِينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)
اللهُ خَالِقُ كُلّ شَيْءٍ
Artinya : “Allah pencipta segala sesuatu” (QS. Az-Zumar : 62)
                                                         قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ المَيِّتِ وَيُخْرِجُ المَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Artinya : Katakanlah : “Siapakah yang melimpahkan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atausiapakah yang berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkanyang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka akan menjawab : “Allah”. Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya ?” (QS. Yunus : 31)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرّ فَل كَاشِفَ لَهُ إل هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَل رَادّ لِفَضْلِهِ
Artinya : ”Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya.” (QS. Yunus : 107)
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ”Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapatmenghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikkan kepadamu, maka Dia MahaKuasa atas segala sesuatu ( Qs. Al – An’am : 18 )
أَيُشْرِكُونَ مَا لاَ يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلاَ يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا وَلاَ أَنفُسَهُمْ يَنصُرُونَ
“Mengapa mereka mempersekutukan Allah dengan berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun ? Padahal berhala itu sendiri diciptakan. Dan berhala itu tidak dapat memberikan pertolongan kepada penyembahnya, dan kepada dirinya sendiripun mereka tidak dapat memberikan pertolongan”. (Qs. Al A’raaf : 191-192)
Berkata Asy-Syaikh Al-’Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah ketika menjelaskan Surat Al A’raaf ayat 191-192 di atas : “Dan ini adalah sifat sesembahan yang tidak berhak disembah. Hal ini merupakan pertanyaan dalam rangka celaan (bagi orang yang beribadah kepada selain Allah, penj). Mereka menyembah sesuatu yang tidak bisa menciptakan walaupun hanya seekor semut bahkan sesembahan itu sendiri diciptakan. Bagaimana bisa mereka memberikan manfaat terhadap selain mereka, baik sesembahan itu berupa batu yang tidak berakal, atau makhluk hidup yang tidak dapat mendengar (orang yang menyerunya –penj), atau orang mati yang tidak bisa mengabulkan seruan mereka. Di dalam ayat ini terkandung empat sifat sesembahan yang disembah selain Allah, yaitu :
  1. Bahwasannya mereka tidak dapat menciptakan sesuatu.
  2. Bahwasannya mereka merupakan makhluk yang diciptakan.
  3. Bahwasannya mereka tidak dapat menolong orang-orang yang menyembahnya.
  4. Bahwasannya mereka tidak dapat memberikan pertolongan untuk diri mereka sendiri.”
( Syarhu Kitab At-Tauhid Asy-Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz : 98 )
2. Mbah Maridjan mengakui mengetahui hal yang ghaib
Mbah Maridjan mengaku mendapat wangsit kapan Gunung Merapi akan meletus dari penunggu Gunung Merapi atau Mbah Merapi, dan memastikan meletus atau tidaknya Gunung Merapi, dan yang lain sebagainya.
Padahal Sedangkan Allah Subhaanahu Wata’ala telah berfirman :
إِنّهُمُ اتّخَذُوا الشّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللهِ وَيَحْسَبُونَ أَنّهُمْ مُهْتَدُونَ
”Sesungguhnya mereka menjadikan syaithan – syaithan sebagai wali (pelindung mereka) selain Allah, dan mereka mengira mereka mendapat petunjuk ” ( Qs. Al’Araaf : 30 )
Akhirnya tidak sedikit yang menjadi korban dari meletusnya Gunung Merapi termasuk Mbah Maridjan yang katanya mendapat wangsit itu dan orang – orang yang mengikutinya.
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman :  
                                         قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللهُ
“Katakanlah wahai (Muhammad) tidak ada sesuatupun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah” (Qs. An-Naml : 65)
Berkata Asy-Syaikh Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah : “Allah mengikrarkan bahwa Dia sematalah yang mengetahui perkara yang ghaib di langit dan di bumi sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Pada sisi Allah-lah kunci – kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan. Dan tidak sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya pula. Dan tidak jatuh sebutir bijipun di kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata. Dan Allah Ta’ala berfirman “Sesungguhnya hanya di sisi Allah-lah ilmu tentang hari kiamat, dan Dia menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim …” sampai akhir surat. Perkara ghaib dan yang semisalnya merupakan kekhususan bagi Allah dalam ilmu-Nya, tidak ada yang mengetahuinya baik itu malaikat yang terdekat ataupun nabi yang diutus.(Taisirul Karimir Rahman Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dalam ayat ini)
3. Mbah Maridjan beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepadaselain Allah.
Jika seorang muslim mengetahui sedikit saja ilmu agama dengan pemahaman yang benar insya Allah dia tidak akan salah menilai sosok seorang Mbah Maridjan. Tapi jauhnya mereka dari ilmu agama yang benar sehingga mereka diselimuti kebodohan yang sangat. Pengetahuan seseorang tentang Mbah Maridjan bahwa dia disamping beribadah kepada Allah dengan sholat, puasa, dan membaca Al Qur’an, akan tetapi disisi lain dia juga menyembah sesuatu selain Allah dengan berbagai macam ritual diantaranya menyediakan sesajen kepada sesuatu yang diyakini sebagai penunggu atau penguasa Gunung Merapi. Hal ini jelas merupakan perbuatan kesyirikan dan kekufuran yang bermula dari kesyirikan dalam rububiyah Allah (telah dijelaskan dalam point pertama, ed) dan berakibat pada perbuatan syirik dalam uluhiyyah Allah.
Islam adalah agama tauhid, yang memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang kita beribadah kepada selain Allah. Baik itu kepada gunung, jin, atau selain mereka. Bahkan tauhid adalah inti agama dan dakwahnya para Rasul.
Allah Ta’ala Berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنّ وَالِنسَ إِلّ لِيَعْبُدُونِ
Artinya : ”Dan tidaklah aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu : “Segala sesuatu ibadah yang ada di dalam Al -Qur’an,memiliki makna tauhid” (Tafsir Al Baghowi, dinukil dari Syarh Qawaidul Arba’ Syaikh Khalid Ar Radadi)
وَاعْبُدُوا اللهَ وَل تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)
إِيّاكَ نَعْبُدُ وَإِيّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya : “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” (Qs. Al Fatihah : 5)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
”Dan sunnguh Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap ummat (untuk mendakwahkan) sembahlah Allah dan jauhilah thagut” ( Qs. An Nahal : 36 )
Berkata Asy Syaikh Al ‘Alaamah Shalih Al Fauzan hafidzahullah : ”Faidah yang dapat diambil dalam ayat ini bahwasannya hikmah dari diutusnya para Rasul adalah dakwah kepada tauhid dan melarang dari perbuatan syirik” ( Al Mulakhos Syarh Kitab Tauhid : 11 )
Demikian tadi diantara ayat – ayat yang memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang untuk beribadah kepada selain Allah. Maka apabila seorang mencampur ibadahnya dengan perbuatan syirik (menyekutukan Allah) dengan kesyirikan yang besar atau beribadah dengan tanpa tauhid maka sia-sialah amalannya.
Berkata Syaikhul Islam Muhammad An-Najdi Rahimahullah : ”Ketahuilah, bahwa ibadah tidaklah dinamakan sebagai sebuah ibadah kecuali jika disertai dengan tauhid (pelakunya hanya beribadah kepada Allah semata -pen) sebagaimana tidak dikatakan sholat kecuali dalam keadaan thaharah (suci). Maka apabila syirik masuk ke dalam ibadah akan membatalkan ibadah sebagaimana hadas apabila masuk ke dalam thaharah “ (Qawaidul Arba’)
Berkata Asy Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidzahullah : “Apabila kamu telah mengetahui bahwasannya ibadah tidak diterima kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah semata (mentauhidkan Allah, ed). Demikian halnya sholat tidak diterima kecuali dalam keadaan thaharah (suci). Maka beribadah hanya kepada Allah semata (tauhid, keikhlasan) merupakan syarat diterimanya ibadah. Demikian juga thaharah (suci) merupakan syarat dari sahnya shalat, dimana tidak sah shalat kecuali dalam keadaan suci (thaharah). Walau seandainya terdapat bekas sujud di dahinya, di siang hari mengerjakan puasa dan di malam hari mengerjakan shalat. Hal ini dikarenakan syarat diterimanya semua ibadah tersebut adalah dilakukan oleh seorang muwwahid (orang yang hanya beribadah kepada Allah semata) yang ikhlas.”
Allah Jalla wa’alaa berfirman :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
 “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi – nabi yang sebelummu, sungguh jika engkau berbuat syirik (mempersekutukan Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi. Karena itu hendaklah Allah saja yang engkau sembah dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur” ( Qs. Az Zummar : 65-66 )
Allah Jalla wa’alaa berkata kepada orang kafir
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami perlihatkan segala amal (kebaikan) yang telah mereka (orang kafir) kerjakan, lalu kami jadikan amalan itu bagaikan debu yang berterbangan (tidak diterima)” (Qs. Al Furqan : 23). Selesai perkataan Ast Syaikh Shalih Alu Syaikh dalam Syarah Al Qawaidul Arba’ : 11
4. Mbah Maridjan menjadikan Gunung Merapi sebagai perantara doanya terhadap Allah
Diantara salah satu perkataan Mbah Maridjan yang menunjukkan hal ini adalah ketika berkata kepada wartawan detik.com saat ditemui di rumahnya (Kamis, 18/5/2006) Mbah Maridjan berkata : “Saya di sana berdoa, minta kepada Allah dengan ‘lantaran’ Merapi”.
Kemudian kita tengok perkataan seorang ulama yang menjelaskan tentang perbuatan – perbuaan yang dapat membatalkan ke-islaman seseorang. Berkata Syaikhul Islam Muhammad An-Najdi Rahimahullah : “Barangsiapa yang menjadikan adanya perantara antara dirinya dengan Allah, mereka berdoa, meminta syafaat dan bertawakal kepada perantara tersebut maka dia telah kafir menurut kesepakatan para ulama “ (Kitab Nawaqidul Islam)
Dalil tentang hal ini adalah firman Allah Ta’ala
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللهِ زُلْفَى إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“ Ingatlah! hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung berkata : “Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Dan sungguh Allah akan memberi keputusan diantara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan, sungguh Allah tidak akan memberi petunjuk kepada seorang pendusta dan orang yang kafir” (Qs. Az Zumar : 3 )
Pada ayat yang mulia ini Allah memerintahkan kita untuk beibadah kepada Allah semata, mengikhlaskan agama dan ketaatan hanya untuk-Nya, tetapi mereka justru menyembah selain Allah dengan cara menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah di dalam peribadahan kepada-Nya. Yang mereka menyembah perantara itu dengan berbagai macam ibadah. Kemudian Allah mengatakan tentang mereka di akhir ayat, yaitu sebagai seorang pendusta lagi kafir.
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللهَ بِمَا لا يَعْلَمُ فِي السَّمَوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
 “Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak pula memberi manfaat, dan mereka berkata : “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami dihadapan Allah.” Katakanlah : “Apakah kamu akan memberitahu Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang ada di langit dan di bumi (padahal Allah mengetahui semuanya) ? Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu” (Qs. Yunus : 18 )
Pada ayat ini Allah mensucikan diri-Nya sendiri dari perbuatan syirik yang mereka kerjakan yaitu menjadikan perantara antara diri mereka dan Allah dengan beribadah kepada perantara tersebut. Baik perantara itu berupa berhala, orang ataupun gunung. Lalu Allah mengatakan tentang orang yang melakukan perbuatan tesebut diakhir ayat dengan perkataan “Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan itu”. Allah mengatakan perbuatan mereka sebagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah.
Dan Allah Ta’ala berfirman tentang dosa syirik (menyekutukkan Allah) :
إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukkan Allah, sungguh dia telah mengerjakan dosa yang besar.” (Qs. An – Nisa : 48)
مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya : “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh Allah telah mengharamkan Surga baginya, dan tempatnya ialah di Neraka. Dan tidak ada seorang penolongpun bagi orang – orang dzalim itu.” (Qs. Al Maidah : 72)
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Sungguh jika engkau berbuat syirik (mempersekutukan Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi” (Qs. Az Zummar : 65-66)
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan (Qs. Al Furqan : 23)
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas kita bisa menilai sosok Mbah Maridjan dengan penilaian yang benar berdasarkan ilmu dan bukan atas kebodohan atau ketertipuan dari pengaruh media massa. Beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil diantaranya bahwa :
  1. Ternyata Mbah Maridjan adalah seorang yang melakukan kesyirikan di dalam rububiyah dan uluhiyah-Nya, baik kesyirikan yang besar atau yang kecil.
  2. Begitu juga dia mengaku mengetahui perkara yang ghaib (kapan meletusnya Gunung Merapi) padahal yang mengetahui perkara yang ghaib hanyalah Allah semata. Dan perbuatan – perbuatan syirik lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan kesimpulan ini, apakah masih ada yang menilai Mbah Maridjan sebagai seorang yang shalih, patut dijadikan teladan, dipuji, dan dikagumi ?
Berkata Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan pengertian orang yang shalih : “Orang shalih adalah orang yang menunaikan hak Allah dan hamba – hamba-Nya” (Syarh Kasyfu Subhaat). Hak Allah yang terbesar adalah mentauhidkan Allah, beribadah hanya kepada Allah semata. Kalau hak Allah yang terbesar saja tidak dipenuhi oleh Mbah Maridjan apakah dia pantas dikatakan sebagai seorang shalih dan dianggap mati dalam keadaan khusnul khatimah (kesudahan yang baik) ?
Wahai kaum muslimin jagalah aqidah dan keimananmu dari segala kesyirikkan, khurafat, dan perdukunan. Dan bertakwalah (takutlah kepada Allah, ed) wahai para pengelola media massa janganlah kalian jerumuskan umat ke gelapnya kebodohan dan najisnya kesyirikkan, kepada kekufuran dan perdukunan. Dunia ini hanya sementara dan kelak kalian akan dimintai pertanggung-jawaban atas semua yang telah kalian kerkajan.

Sumber :   http://nikahmudayuk.wordpress.com/2010/11/01/bagaimana-seorang-muslim-menilai-sosok-mbah-maridjan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar